Hukum Tertulis vs. Hukum Tidak Tertulis (Hukum Adat): Mana yang Berlaku?
Pengertian dan Karakteristik
| Aspek | Hukum Tertulis | Hukum Tidak Tertulis (Adat) |
|---|---|---|
| Definisi | Hukum yang dikodifikasi dalam bentuk tertulis oleh lembaga resmi negara | Hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat berdasarkan kebiasaan |
| Sumber | Legislasi (UUD, UU, PP, Perda, dll) | Kebiasaan, tradisi, nilai-nilai masyarakat |
| Sifat | Kaku, formal, universal | Fleksibel, dinamis, lokal |
| Sanksi | Tegas, diatur dalam UU | Sosial, moral, bervariasi antar daerah |
Kedudukan dalam Sistem Hukum Indonesia
Hukum Tertulis
- Menjadi hukum utama dan formal
- Hierarki: UUD 1945 → UU/Perpu → PP → Perpres → Perda
- Bersifat mengikat secara nasional
- Ditegakkan oleh aparat negara
Hukum Adat
- Diakui dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
- Diakui sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat
- Tidak boleh bertentangan dengan prinsip NKRI
- Mendapat pengakuan dalam beberapa UU sektoral
Pengakuan Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-undangan
- UU Kehutanan: Mengakui hutan adat dan masyarakat hukum adat
- UU Desa: Mengakui desa adat dengan otonomi berdasarkan hak asal usul
- UU Perkawinan: Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan
- UU Pokok Agraria: Hukum tanah nasional berdasarkan hukum adat
- UU Pengadilan HAM: Mengakui peradilan adat dalam penyelesaian sengketa
Kasus Konflik Hukum Tertulis vs Hukum Adat
1. Kasus Tanah Ulayat
- Konflik antara hak ulayat masyarakat adat dengan konsesi perusahaan
- Putusan MK No. 35/PUU-X/2012: Hutan adat bukan lagi hutan negara
- Implementasi: Pemetaan wilayah adat dan pengakuan formal
2. Kasus Perkawinan Adat
- Perkawinan adat yang tidak dicatatkan secara formal
- Konsekuensi: Tidak mendapat perlindungan hukum negara
- Solusi: Perkawinan adat diikuti pencatatan resmi
3. Kasus Sanksi Adat
- Penerapan sanksi adat vs proses hukum formal
- Contoh: Pengusiran dari kampung vs proses pidana
- Pendekatan: Penyelesaian adat diakui jika tidak melanggar HAM
Prinsip Penyelesaian Konflik Hukum
1. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori
- Hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah
- UUD 1945 > UU > PP > Perda > Hukum Adat
2. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali
- Hukum khusus mengalahkan hukum umum
- Hukum adat dapat berlaku jika diakui sebagai aturan khusus
3. Pendekatan Pluralisme Hukum
- Mengakui keberagaman sistem hukum dalam satu negara
- Memberi ruang pada hukum adat untuk hidup berdampingan
Putusan Pengadilan tentang Hukum Adat
1. Putusan MK No. 35/PUU-X/2012
Masyarakat hukum adat adalah pemilik sah hutan adat, bukan negara. Ini menjadi landasan pengakuan hak ulayat.
2. Putusan MA No. 1488K/Pdt/2012
Mengakui keberadaan tanah ulayat masyarakat Malind di Papua yang diambil alih perusahaan.
3. Putusan Pengadilan Negeri Merauke No. 05/Pid.B/2013/PN.MRK
Membebaskan terdakwa karena perbuatan yang dilakukan adalah bagian dari ritual adat yang dilindungi.
Mana yang Berlaku? Pedoman Praktis
1. Hukum Tertulis Berlaku Jika:
- Mengatur secara spesifik dan jelas suatu perbuatan
- Menyangkut kepentingan umum dan ketertiban nasional
- Terkait HAM fundamental yang tidak dapat dikurangi
- Dalam konteks formal seperti perjanjian bisnis, administrasi negara
2. Hukum Adat Berlaku Jika:
- Diakui oleh peraturan perundang-undangan
- Masih hidup dan dianut oleh masyarakat setempat
- Tidak bertentangan dengan konstitusi dan HAM
- Menyangkut urusan internal masyarakat adat
- Dalam penyelesaian sengketa berbasis kekeluargaan
3. Koeksistensi/Hidup Berdampingan:
- Perkawinan: Sah menurut adat dan dicatatkan negara
- Tanah: Hak ulayat diakui dan didaftarkan formal
- Penyelesaian sengketa: Mediasi adat sebelum ke pengadilan
Kelebihan dan Kelemahan
Hukum Tertulis
Kelebihan:
- Kepastian hukum lebih terjamin
- Berlaku universal di seluruh wilayah
- Penegakan lebih terstruktur
- Memudahkan transaksi modern
Kelemahan:
- Kaku dan sulit menyesuaikan dengan perubahan cepat
- Proses pembuatan dan perubahan lama
- Sering tidak sesuai dengan kondisi lokal
- Birokrasi penegakan kompleks
Hukum Adat
Kelebihan:
- Fleksibel dan adaptif
- Sesuai dengan nilai dan budaya setempat
- Penyelesaian sengketa lebih cepat dan murah
- Berorientasi pada harmoni sosial
Kelemahan:
- Kepastian hukum kurang
- Bervariasi antar daerah
- Dokumentasi dan standarisasi minim
- Rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan lokal
Contoh Penerapan Praktis di Beberapa Bidang
1. Perkawinan
Pasangan melakukan perkawinan adat terlebih dahulu, kemudian mencatatkan perkawinan di Kantor Urusan Agama atau Catatan Sipil.
2. Tanah
Tanah ulayat diakui eksistensinya, namun untuk kepastian hukum perlu didaftarkan untuk mendapat sertifikat.
3. Warisan
Pembagian warisan dapat mengikuti hukum adat, namun untuk kepastian hukum perlu dibuat akta pembagian waris.
4. Penyelesaian Sengketa
Sengketa diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme adat, jika tidak berhasil baru ke pengadilan formal.
Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
Untuk mendapat pengakuan formal, masyarakat adat harus memenuhi kriteria:
- Ada masyarakat dengan tradisi turun-temurun
- Ada wilayah adat yang jelas
- Ada pranata dan perangkat hukum adat
- Ada ketentuan adat yang masih dipatuhi
- Tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
Pengakuan diberikan melalui Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah.
Tren dan Perkembangan Terkini
- Peningkatan pengakuan formal masyarakat adat melalui Perda
- Pemetaan wilayah adat secara partisipatif
- Kodifikasi hukum adat untuk kepastian hukum
- Peradilan adat yang direvitalisasi
- RUU Masyarakat Hukum Adat untuk pengakuan lebih komprehensif
Kesimpulan
Indonesia menganut sistem pluralisme hukum di mana hukum tertulis dan hukum adat dapat hidup berdampingan. Hukum tertulis menjadi hukum utama yang berlaku secara nasional, namun hukum adat tetap diakui sepanjang masih hidup, sesuai perkembangan masyarakat, dan tidak bertentangan dengan prinsip negara kesatuan.
Dalam praktiknya, penerapan hukum tertulis dan hukum adat harus memperhatikan konteks, subjek, dan bidang hukum yang diatur. Pendekatan yang ideal adalah mengharmonisasikan keduanya untuk menciptakan sistem hukum yang menghormati keberagaman budaya namun tetap menjamin kepastian hukum dan perlindungan HAM.
